Cinta kepada HMI dengan Perkaderan bukan Kekuasaan - HMI Komisariat Syariah Walisongo Semarang

Breaking

Kamis, 04 Agustus 2022

Cinta kepada HMI dengan Perkaderan bukan Kekuasaan



Manusia pada hakikatnya merupakan puncak penciptaan Allah SWT. Sehingga manusia memiliki kelebihan yang berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia diberikan fitrah secara khusus, yaitu selalu condong kepada kebenaran sehingga manusia akan selalu mencari dan mengenalkan Tuhan. Tak hanya itu, manusia diciptakan bukan hanya semata-mata karena keinginan Allah, tetapi manusia memiliki tugas dan amanah untuk menjadi Khalifah di muka bumi. Sehingga ketika manusia menjalankan amanah ini dengan penuh kebijaksanaan dan sesuai dengan fitrahnya, maka bumi ini akan aman, damai, dan sejahtera.


Manusia diberikan akal dengan bentuk sempurna ketika membandingkan dengan makhluk lain. Dengan karunia itu, jangan sampai manusia melakukan kesombongan, sebab yang berhak sombong hanyalah Allah SWT. Manusia diberikan kelebihan, tetapi di sisi lain manusia diberi kelemahan. Oleh karena itu, manusia harus melakukan hal kebaikan di muka bumi ini dengan terus melakukan regenerasi untuk memakmurkan bumi ini.


Proses regenerasi bisa dikatakan sebagai proses perkaderan. HMI sebagai organisasi kader yang memiliki tujuan yakni “Terbinanya insan akademis pencipta pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi Allah SWT”. Proses perkaderan pada HMI mengedepankan pada terbinanya mahasiswa Islam menjadi Insan Kamil (Manusia Sempurna).


Melihat realita yang ada, HMI harus tetap menjalankan sebuah regenerasi yang biasa disebut perkaderan. Sebagai organisasi yang menfungsikan diri sebagai organisasi kader, setiap gerak langkah HMI harus dilaksanakan dalam rangka memberdayakan manusia untuk menjadi Insan Kamil. Untuk menegaskan pemahaman kader HMI, diperlukan pemahaman organisasi yang mendalam kepada anggotanya. Pada hakikatnya, organisasi ini bertanggung jawab terhadap pemahaman kepada para anggota. Dengan demikian, secara fungsional organsisasi, orang yang dipercaya sebagai pengurus dalam level manapun (komisariat, korkom, cabang, badko, maupun pengurus besar) harus dapat memainkan peran ini.


Perkaderan HMI pada saat ini memiliki tantangan-tantangan yang berbeda-beda. Tantangan-tantangan tersebut berasal dari internal maupun eksternal HMI. Bahkan, tantangan-tantangan tersebut muncul secara bersamaan. Sehingga dibutuhkan kematangan mental dan fisik untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut.


Melihat skema perkaderan pada tingkat komisariat saat ini perkaderan HMI juga mengalami beberapa kendala. Salah satunya adalah kurangnya loyalitas kader yang masuk dalam kepengurusan. Sehingga yang terjadi adalah ketika sudah diamanahi jabatan, malah tidak bertanggungjawab. Hal ini disebabkan karena perkaderan pada tiap Komisariat tidak dilakukan secara menyeluruh.


Tidak hanya itu, minat mahasiswa zaman sekarang mengalami penurunan. Hal ini berimbas juga pada HMI. Mahasiswa banyak yang terjebak pada budaya kesenangan semu. Mahasiswa menjadi tidak terlatih dalam menghadapi permasalahan-permasalahan umat dan kebangsaan. Menurut Freud, hal ini wajar ketika manusia (mahasiswa) melakukan segala hal untuk menghindari kecemasan yang disebabkan perkembangannya zaman.


Perkaderan HMI belum bisa diimplementasikan dalam ranah sosial kemasyarakatan. Namun, kader-kader HMI kadang terjebak dalam fatamorgana. Mereka masih banyak sibuk mengurusi internal organisasi. Kader-kader HMI sibuk untuk meng up-grade kapasitas intelektualnya ataupun mengurusi internal organisasi, sehingga ranah pengabdian kepada masyarakat belum tergarap dengan baik.


Watak perkaderan HMI lebih menitikberatkan kepada aspek pembinaan kepribadian anggota HMI, dan itu pun dipersempit dengan pembinaan kerohanian dan intelektual anggota HMI. Mereka yang lebih mementingkan kekuasaan dalam HMI, tidak tahu tentang persoalan perkaderan dalam HMI. Sebab perkaderan adalah jantung organisasi HMI.


Perkaderan HMI sebaiknya dapat menempatkan kader-kadernya untuk mengembangkan potensi masing-masing. Sehingga para kader tidak melenceng kepada kejahatan. Menurut Maslow dalam Hierarchical needs-nya, kebutuhan akan aktualisasi diri menempati posisi teratas dalam kebutuhan manusia. Kebutuhan dicapai secara bertahap. Dimulai kebutuhan fisiologis sampai dengan kebutuhan akan harga diri. Salah satu kebutuhan akan tercapai jika kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Salah satu tantangan pada perkaderan saat ini adalah bagaimana kader mengimplementasikan potensinya di HMI.


Poin penting perkaderan dalam HMI adalah bagaimana seorang kader dapat melakukan perkaderan yang dimulai dari diri sendiri. Bagaimana seorang pengader akan mengader orang lain, namun belum dapat mengatur dirinya sendiri. Dibutuhkan kesadaran individu agar internalisasi nilai-nilai HMI dapat masuk meresap ke dalam jiwa tiap individu kader HMI. Dari hal inilah sebenarnya proses perkaderan dimulai. Perkaderan dimulai dari pribadi individu, kemudian baru menyebar ke orang lain dan masyarakat luas.


Itulah tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam proses perkaderan di HMI, khusnya bagi komisariat. Hanya dengan meningkatkan kualitas kader, maka HMI dapat mengambil peran positif dalam pembangunan nasional menuju tatanan masyarakat yang di Ridhoi Allah SWT melalui pembentukan mahasiswa Islam yang berkarakter lima insan cita.


HMI telah mencetak kader-kader generasi emas, seperti Nurcholis Majid, Agus Salim Sitompul, Akbar Tanjung, Amidhan, Ahmad Dahlan Ranuwihardjo, dan masih banyak lagi yang lainnya. Mereka telah berhasil menjadi tokoh-tokoh di Indonesia, baik dari struktural pemerintahan, akademisi, bahkan ulama sekalian. Maka dari itu, perkaderan dalam HMI harus selalu dilakukan, jangan sampai dilupakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages