75 tahun HMI sudah berdiri, peristiwa peristiwa yang terjadi di masa
lalu akan terus diingat oleh kader HMI. Semua identitas HMI telah menjadi sorotan
bagi masyarakat, gagasan gagasan yang selalu dilontarkan ketika demo sudah tertanam
pada para pejabat. Bentuk apa lagi yang kamu lakukan selama menjadi kader HMI di
zaman sekarang ini? Apakah hanya memasang twibon dan lain sebagainya?
Himpunan Mahasiswa
Islam atau disingkat HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang tidak asing
bila disebut namanya pada kanca nasional hingga internasional. Bahkan dari
lingkaran kota hingga pelosok-pelosok desa, HMI terdengar telah banyak digelari
sebagai organisasi mahasiswa berkarakter keislaman dan keindonesiaan serta
organisasi berbasis perkaderan dan perjuangan. Hal inilah yang kemudian menjadi
minat kebanyakan mahasiswa yang berada di perguruan tinggi untuk memilih HMI
sebagai tempat belajar ke dua setelah di kelas matakuliah.
Salah satu
kepentingan eksistensi sebagai kader HMI adalah ketika momentum Milad HMI. Status dan group media sosial wajib akan
dipenuhi oleh pamflet, twibon hingga poster dan spanduk ikut bertebaran di
ruang-ruang bangunan dan pinggir jalan sebagai saksi agenda pajangan ucapan
selamat dalam menjemput hari Milad HMI. Tepat 5 Februari yang merupakan tanggal
berdirinya organisasi mahasiswa bertujuan suci ini menjadi waktu paling tepat
untuk melihat karakter, orientasi dan tujuan kepentingan kader selama berkiprah
di HMI. Maka dari sini kapasitasnya sebagai kader HMI berdasarkan tingkat
intelektualitas, emosionalitas hingga spritualitas akan ikut terukur bersama
kepedulian dan masa bodohnya sebagai kader.
Maka eksistensi
sebenarnya bukan lagi sesuatu yang harus dibanggakan atau diludahi selama
menjadi kader HMI. Sebab hari ini realitas menunjukkan bahwa pertarungan
gagasan antara kader berkarakter idealis dan materialis mengenai eksistensi HMI
tidak pernah berakhir sekalipun ditengahi oleh kader-kader yang berkarakter
moderat dalam menghadapi 5 Februari. Sejalan dalam perjuangan tetapi tidak
sepemahaman dalam berkiprah di hijau hitam inilah yang kemudian menjadi
dinamika besar menuju lima kualitas insan cita yakni terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertangung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Perlu diketahui
bahwa salah satu kelemahan kader dalam ber-HMI adalah belum mampu membedakan
mana yang benar-benar dikatakan agenda seremonial dan mana yang benar-benar
disebut sebagai agenda substansial. Katika dihadapkan dengan agenda seremonial,
maka setiap kader akan berlomba-lomba dalam menghadiri demi menunjukkan
eksistensi dalam ber-HMI. Ketika ada agenda yang bersifat substansial, maka
hanya kader-kader dengan jumlah hitungan jari dengan kepedulian terhadap
kapasitasnya dalam ber-HMI itulah yang hadir sebagai bentuk kesadaran akan
kualitas insan cita. Sehingga dari sini bisa dilihat sebab mengapa sehingga ada
banyak tokoh yang menokohkan diri dalam setiap agenda HMI. Mengapa demikian
banyak kader yang di-LK-kan namun menghilang karena banyaknya latar belakang
dan rumusan alasan. Bukan rumusan masalah.
Selama 75 Tahun
HMI berdiri, ada sekian banyak prestasi dan konstribusi yang telah dituangkan dalam
visi kebangsaan dan keumatan. Begitupun ragamnya karakter setiap kader dalam
menjemput milad HMI tentu menggambarkan keindahan kiprah dalam sebuah
organisasi. Hal itu pun dialami oleh organisasi kemahasiswaan lain selain dari
Himpunan Mahasiswa Islam. Maka sudah menjadi kewajaran akan kepentingan
eksistensi dalam menjemput hari istimewa HMI didirikan. Namun sangat tidak
wajar dan menjadi kurang ajar bila mengklaim sebagai kader HMI akan tetapi
tidak memiliki orientasi yang jelas. Sehingga terombang-ambing dalam
kepentingan individu dan kelompok lain tanpa menyadari independensi sebagai
sifat murni dari HMI yang merupakan manifestasi dari Nilai-nilai Dasar
Perjuangan (Dasar-dasar Kepercayaan).
Dari momentum
Milad HMI yang ke 75 Tahun, pertanyaan sederhana yang semestinya muncul di
benak setiap kader HMI adalah apa yang mau dibanggakan dari HMI? Apakah karena
HMI telah melahirkan banyak sekali tokoh pemimpin umat dan tokoh pemimpin
bangsa? Atau karena HMI memiliki alumni yang pandai dalam dunia akademis dan
politik? Lalu sejauh mana kontribusi diri sebagai kader selama berada di HMI?
Sebenarnya apa yang dicari ketika berada di HMI? Apakah doktrin-doktrin berupa
kualitas lobi dan relasi yang mendalam sehingga kepentingannya begitu banyak?
Maka siapapun akan
menjawabnya dengan gagap ketika dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan
sederhana seperti di atas. Karena jarang sekali kader HMI merefleksikan kembali
perjalanan intelektualnya selama berada di himpunan. Hanya di momentum Milad
adalah waktu yang tepat untuk merenungkan diri sebagai orang yang memilih jalan
di jalur organisatoris selama menjadi mahasiswa. Mulai dari mendaftarkan diri
menjadi anggota HMI, hingga dididik menjadi kader melalui training-training dan
agenda substansial lainnya. Namun yang jelas HMI tetap bertahan hingga sekarang
karena orientasi utamanya adalah perkaderan. Selebihnya adalah perjuangan.
Sebab perkaderan memampukan setiap diri untuk menemukan kapasitas
kesejatiannya. Sedangkan perjuangan menunjukkan arah tepat dimana kualitas
insan cita itu akan ditemukan.
Maka penjabaran
setiap agenda HMI sebagai basis tolak ukur akan seremonial dan substansial
perkaderan sekaligus internalisasi dan eksternalisasi dari Nilai-nilai Dasar
Perjuangan (NDP) sebagai ideologi perjuangan selama menjadi kader himpunan
semestinya terus ditonggakan agar mampu mendobrak peradaban menuju kejayaan
dalam berfikir dan bertindak. Karena kualitas insan cita tidak mungkin dapat
tercapai sesuai dengan orientasi perkaderan dan perjuangan apabila masih terhambat
dengan kebimbangan akan pilihan. Antara memilih untuk menjadi kader yang
apatis, kader yang ikut-ikutan, atau kader yang merdeka.
Selamat Harlah HMI yang ke 75
Yakinkan dengan iman,
Usahakan dengan ilmu,
Sampaikan dengan amal
Yakin Usaha Sampai.
Wallahu a’lam bi as-showwaab
Oleh : Syukur Abdillah, Ketua Umum HMI Komisariat Syariah Walisongo.