Susan Venia |
Harapan orang tua
memberikan fasilitas kepada anak berupa pendidikan agama atau menyekolahkan
anaknya di pondok pesantren adalah menjadikan pribadi anak lebih baik. Terutama
dalam bidang agama, yang diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang baik dan
dapat diterapkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Serta dapat
meningkatkan kualitas dalam bidang ilmu pengetahuan. Namun, realita yang
terjadi tidak sesuai dengan harapan awal. Seharusnya anak menjadi seseorang
yang berkepribadian luhur, tetapi tidak semacam itu.
Seorang
anak yang mengenyam pendidikan berlatarbelakang agama, tentunya dapat
mengubahnya menjadi lebih santun, aktif, memiliki rasa mawas diri bahwa segala
sesuatu yang dilakukan ada yang mengawasi. Pun harus memiliki kesadaran jika
perbuatan yang dilakukan akan berakibat bagi yang lain. Baik dalam melakukan
perbuatan baik maupun buruk. Terutama ketika melakukan sesuatu yang buruk. Baik
sengaja maupun tidak, tetap saja diperhatikan oleh orang banyak. Sebab, setiap
orang memiliki sudut pandang yang berbeda-beda terhadap segala hal yang
terjadi.
Namun,
peristiwa yang terjadi tidak serta merta dapat menyalahkan tempat di mana anak
diberi fasilitas untuk mengenyam pendidikan. Tetapi, perlu dipahami bahwa
pengawasan orang tua terhadap anak harus tetap diperhatikan dan dipertahankan.
Justru, harus lebih ditingkatkan lagi. Sebab, orang tua tidak mengetahui apa
yang dilakukan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari selama di pondok
pesantren. Orang tua hanya mengetahui perubahan sikap yang dialami oleh anak
ketika sang anak berada di rumah.
Keseimbangan
pengawasan antara keduanya harus ditekankan. Baik dari orang tua maupun
pihak pondok pesantren. Seharusnya pondok pesantren mampu menjamin perkembangan
anak selama nyantri di pondok tersebut. Sebab, orang tua telah mengeluarkan
biaya yang semestinya untuk meningkatkan kualitas anak, baik dalam belajar
maupun dalam kehidupan sehari-hari. Lagi-lagi yang paling utama adalah dalam
segi akhlak.
Belajar
dari teori Al- Khawarizmi seorang ilmuan Islam dalam bidang Astronomi yang
menemukan angka nol. Terdapat kisah lucu serta menginspirasi. Yaitu terkait
kriteria dalam mencari seorang istri. Hal tersebut dikenal dengan
“Hitung-hitungan Matematika Al-khawarizmi”. Beliau pernah mengatakan bahwa,
Apabila seorang wanita itu memiliki pemahaman yang baik terkait
agama, maka berilah ia angka 1. Apabila ia memiliki paras yang cantik,
maka tambahilah agka 0 di belakang angka 1 tersebut, dan angka
tersebut akan bertambah menjadi 10. Apabila ia kaya, maka tambahilah 0 di
belakang angka 1 dan 0 tersebut. Maka angka tersebut akan menjadi 100. Apabila
ia memiliki nasab yang baik, maka tambahilah angka 0 lagi dibelakang angka 100
tersebut. Angka tersebut bertambah menjadi 1000. Begitupun seterusnya. Setiap
kebaikan yang dimiliki oleh wanita tersebut, akan semakin menembah nilai. Akan
tetapi ,apabila seseorang tidak memiliki pemahaman yang baik dalam hal agama,
maka hilanglah angka 1 tersebut. Sehingga yang tersisa adalah angka 0. Walaupun
banyak 0 yang dimiliki, tetap saja tidak memiliki nilai yang berarti.
Melalui
kutipan tersebut, dapat dipastikan bahwa pemahaman agamalah yang harus
diperhatikan secara seksama. Apabila seseorang memiliki pemahaman tentang agama
yang baik maka akhlakpun akan tercermin dengan sendirinya. Sebab, paham terkait
apa yang diajarkan dalam agama. Sehingga memiliki sikap kehati-hatian dalam
melakukan setiap hal. Serta mampu mempertimbangkan perbuatan mana yang pantas
untuk dilakukan atau tidak. Serta melalui agama mampu memberikan pembelajaran
bagi yang lainnya.
Sesungguhnya,
akhlak merupakan sesuatu yang dibuat-buat, sebagaimana asal kata akhlak adalah khalaqa-yakhluqu, yang
berrarti membuat atau menciptakan. Sehingga akhlak yang dimiliki seseorang itu
adalah hasil apa yang diperbuat olehnya. Baik hasil yang baik atau buruk.
Melalui orang tua ahlak, anak akan terbentuk degan baik. Sebab, orang pertama
yang dikenal oleh seorang anak adalah orang tua. Serta, yang tidak kalah
penting adalah peran orang tua kepada anak.Alangkah lebih baik jika orang tua
memiliki inisiatif untuk memberikan pelayanan terbaik kepada anak dengan cara
memberikan fasilitas pendidikan agama yang baik (pondok pesantren). Sebab,
orang tua tidak memiliki waktu yang banyak untuk mendidik anak. Serta, orang
tua memiliki kekhawatiran terhadap anak ketika ditinggal mencari rezeki,
sehingga mencari jalan tengah dengan menyerahkan anaknya untuk dididik di pondok
pesantren.
Maka dari
itu, setelah orang tua menyerahkan anaknya ke pondok pesantren, tetaplah
mempertahankan perhatian yang sempat tercurahkan. Selain itu, pihak pondok yang
berkaitanpun harus menjaga dengan baik amanah yang sempat wali berikan. Yaitu
benar-benar memberikan pengawasan dan merangkul dalam segala hal. Supaya
dapat menghasilkan pribadi-bribadi yang unggul baik dalam agama maupun ilmu
pengetahuan dengan mengedepankan ahklak. Serta mampu memberikan contoh supaya
karakter anak terbentuk dengan sendirinya yang dimulai dari hal-hal kecil.
Selain itu,
seorang anakpun harus memiliki kesadaran, bahwa orang tua rela memberikan
fasilitas terbaik karena ingin membuat anaknya berkualitas. Jadi jangan pernah
bermain-main dengan kesempatan yang ada, yaitu harus serius dalam belajar.
Serta harus ditunjang dengan memiliki ahklak yang baik. Supaya orang tua bangga
melihat anaknya berhasil. Serta, yang harus diperhatikan adalah ketika
seseorang ingin mendapatkan ilmu adalah ahklak dahulu yang harus ditata. Hal
tersebut merupakan salah satu kunci kesuksesan para ulama terdahulu dalam
mencari ilmu. Semoga kita bisa belajar dari para ulama shalih yang telah mendahului
kita tersebut.
Oleh: Susan Venia, Bendahara Umum Korps
HMI-Wati (KOHATI) HMI Korkom Walisongo Semarang 2018-2019, Mahasiswa Ilmu Falak
UIN Walisongo Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar