Membangun Akhlak Anak - HMI Komisariat Syariah Walisongo Semarang

Breaking

Jumat, 17 Mei 2019

Membangun Akhlak Anak

Susan Venia

Harapan orang tua memberikan fasilitas kepada anak berupa pendidikan agama atau menyekolahkan anaknya di pondok pesantren adalah menjadikan pribadi anak lebih baik. Terutama dalam bidang agama, yang diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang baik dan dapat diterapkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Serta dapat meningkatkan kualitas dalam bidang ilmu pengetahuan. Namun, realita yang terjadi tidak sesuai dengan harapan awal. Seharusnya anak menjadi seseorang yang berkepribadian luhur, tetapi tidak semacam itu.
Seorang anak yang mengenyam pendidikan berlatarbelakang agama, tentunya dapat mengubahnya menjadi lebih santun, aktif, memiliki rasa mawas diri bahwa segala sesuatu yang dilakukan ada yang mengawasi. Pun harus memiliki kesadaran jika perbuatan yang dilakukan akan berakibat bagi yang lain. Baik dalam melakukan perbuatan baik maupun buruk. Terutama ketika melakukan sesuatu yang buruk. Baik sengaja maupun tidak, tetap saja diperhatikan oleh orang banyak. Sebab, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda-beda terhadap segala hal yang terjadi.
Namun, peristiwa yang terjadi tidak serta merta dapat menyalahkan tempat di mana anak diberi fasilitas untuk mengenyam pendidikan. Tetapi, perlu dipahami bahwa pengawasan orang tua terhadap anak harus tetap diperhatikan dan dipertahankan. Justru, harus lebih ditingkatkan lagi. Sebab, orang tua tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari selama di pondok pesantren. Orang tua hanya mengetahui perubahan sikap yang dialami oleh anak ketika sang anak berada di rumah.
Keseimbangan pengawasan antara keduanya harus ditekankan. Baik  dari orang tua maupun pihak pondok pesantren. Seharusnya pondok pesantren mampu menjamin perkembangan anak selama nyantri di pondok tersebut. Sebab, orang tua telah mengeluarkan biaya yang semestinya untuk meningkatkan kualitas anak, baik dalam belajar maupun dalam kehidupan sehari-hari. Lagi-lagi yang paling utama adalah dalam segi akhlak.
Belajar dari teori Al- Khawarizmi seorang ilmuan Islam dalam bidang Astronomi yang menemukan angka nol. Terdapat kisah lucu serta menginspirasi. Yaitu terkait kriteria dalam mencari seorang istri. Hal tersebut dikenal dengan “Hitung-hitungan Matematika Al-khawarizmi”. Beliau pernah mengatakan bahwa,
Apabila seorang wanita itu memiliki pemahaman yang baik terkait agama, maka berilah ia angka 1. Apabila ia memiliki paras yang cantik, maka  tambahilah agka 0 di belakang angka 1 tersebut,  dan angka tersebut akan bertambah menjadi 10. Apabila ia kaya, maka tambahilah 0 di belakang angka 1 dan 0 tersebut. Maka angka tersebut akan menjadi 100. Apabila ia memiliki nasab yang baik, maka tambahilah angka 0 lagi dibelakang angka 100 tersebut. Angka tersebut bertambah menjadi 1000. Begitupun seterusnya. Setiap kebaikan yang dimiliki oleh wanita tersebut, akan semakin menembah nilai. Akan tetapi ,apabila seseorang tidak memiliki pemahaman yang baik dalam hal agama, maka hilanglah angka 1 tersebut. Sehingga yang tersisa adalah angka 0. Walaupun banyak 0 yang dimiliki, tetap saja tidak memiliki nilai yang berarti.
Melalui kutipan tersebut, dapat dipastikan bahwa pemahaman agamalah yang harus diperhatikan secara seksama. Apabila seseorang memiliki pemahaman tentang agama yang baik maka akhlakpun akan tercermin dengan sendirinya. Sebab, paham terkait apa yang diajarkan dalam agama. Sehingga memiliki sikap kehati-hatian dalam melakukan setiap hal. Serta mampu mempertimbangkan perbuatan mana yang pantas untuk dilakukan atau tidak. Serta melalui agama mampu memberikan pembelajaran bagi yang lainnya.
Sesungguhnya, akhlak merupakan sesuatu yang dibuat-buat, sebagaimana asal kata akhlak adalah khalaqa-yakhluqu, yang berrarti membuat atau menciptakan. Sehingga akhlak yang dimiliki seseorang itu adalah hasil apa yang diperbuat olehnya. Baik hasil yang baik atau buruk. Melalui orang tua ahlak, anak akan terbentuk degan baik. Sebab, orang pertama yang dikenal oleh seorang anak adalah orang tua. Serta, yang tidak kalah penting adalah peran orang tua kepada anak.Alangkah lebih baik jika orang tua memiliki inisiatif untuk memberikan pelayanan terbaik kepada anak dengan cara memberikan fasilitas pendidikan agama yang baik (pondok pesantren). Sebab, orang tua tidak memiliki waktu yang banyak untuk mendidik anak. Serta, orang tua memiliki kekhawatiran terhadap anak ketika ditinggal mencari rezeki, sehingga mencari jalan tengah dengan menyerahkan anaknya untuk dididik di pondok pesantren.
Maka dari itu, setelah orang tua menyerahkan anaknya ke pondok pesantren, tetaplah mempertahankan perhatian yang sempat tercurahkan. Selain itu, pihak pondok yang berkaitanpun harus menjaga dengan baik amanah yang sempat wali berikan. Yaitu benar-benar memberikan pengawasan dan merangkul  dalam segala hal. Supaya dapat menghasilkan pribadi-bribadi yang unggul baik dalam agama maupun ilmu pengetahuan dengan mengedepankan ahklak. Serta mampu memberikan contoh supaya karakter anak terbentuk dengan sendirinya yang dimulai dari hal-hal kecil.
Selain itu, seorang anakpun harus memiliki kesadaran, bahwa orang tua rela memberikan fasilitas terbaik karena ingin membuat anaknya berkualitas. Jadi jangan pernah bermain-main dengan kesempatan yang ada, yaitu harus serius dalam belajar. Serta harus ditunjang dengan memiliki ahklak yang baik. Supaya orang tua bangga melihat anaknya berhasil. Serta, yang harus diperhatikan adalah ketika seseorang ingin mendapatkan ilmu adalah ahklak dahulu yang harus ditata. Hal tersebut merupakan salah satu kunci kesuksesan para ulama terdahulu dalam mencari ilmu. Semoga kita bisa belajar dari para ulama shalih yang telah mendahului kita tersebut.
Oleh: Susan Venia, Bendahara Umum Korps HMI-Wati (KOHATI) HMI Korkom Walisongo Semarang 2018-2019, Mahasiswa Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages