Kecerdasan seorang ibu
berpengaruh secara sangat signifikan terhadap pola perkembangan anak-anaknya.
Karena itu, tak ayal apabila ibu berkualitas akan menunjang generasi yang
berkualitas. Semakna dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh University
of Washington menyatakan bahwa gen kecerdasan perempuan akan
lebih banyak ditransfer kepada anak dibanding gen yang dimiliki oleh ayahnya.
Hal ini tak lain karena perempuan memiliki sepasang kromosom X, sedangkan
seorang ayah hanya memiliki satu kromosom x dan yang satu kromosom Y. Kromosom
X inilah yang menentukan kognitif seorang anak (Vessy Frizona: 2018).
Beranjak dari kenyataan itu,
maka kecerdasan seorang perempuan sangat dibutuhkan dalam proses pencerdasan
kehidupan bangsa sebagaimana yang digemakan dalam cita-cita bernegara. Dalam
konteks ini, ibu memang memiliki peran sentral dalam mewujudkan generrasi
hybrid di masa depan. Selain ibu adalah madrasah al-uula bagi
anak-anaknya, perempuan juga menjadi garda terdepan dalam mempengaruhi kelindan
perilaku yang dimiliki oleh anak-anaknya.
Melihat pentingnya peran
perempuan demikian, maka pendidikan menjadi dasar yang logis guna meningkatkan
kecerdasan generasi di masa mendatang. Dalam konteks ini, Patresia Kirnandita
(2017) mengatakan bahwa banyak dari perempuan yang tidak melanjutkan
pendidikannya hingga sampai pada strata-2 (S2) atau strata-3 (S3). Hal demikian
dapat dibuktikan melalui pengajar perguruan tinggi lebih dominan diisi oleh
para pengajar laki-laki sebanyak 59,42% dibanding pengajar perempuan sebanyak
40,58%. Meski pendapat demikian bisa diterima secara serta merta bahwa
perempuan masih menyandang pendidikan di bawah kaum laki-laki. Akan tetapi,
konsekuensi logis seharusnya kaum perempuan menempati posisi yang lebih doimnan
dibanding laki-laki.
Karena itu, pentingnya
pendidikan tinggi bagi perempuan menjadi salah satu sarana untuk perbaikan diri
sekaligus berfungsi untuk menentukan nasib generasi yang akan datang. Melalui
pedidikan tinggi itu, seorang perempuan diarahkan untuk bisa berdikari,
sehingga mampu menjadi pendidik yang kompeten dalam membangun generasi
cemerlang untuk pembangunan di era mendatang.
Selain itu, fungsi lain
pendidikan tinggi bagi perempuan ialah membentuk pola pikir yang luas, cerdas,
tan tangkas. Lewat pengetahuan demikian, perempuan mampu mentransfer
pengetahuanya untuk mencetak generasi yang tidak berfikiran sempit. Semakna
dengan itu, Heri Murtomo (2016) menuturkan bahwa masa depan bangsa yang cerah
tergantung pada generasi saat ini. Jika generasi saat ini memiliki karakter dan
pengetahuan yang tidak baik, maka masa depan bangsa akan berakir. Sebaliknya,
masa depan bangsa akan jaya, kuat, maju, dan akan memberi pengaruh dikancah
internasional, apabila generasi yang dihasilkan memiliki kapasitas yang
memadai.
Berangkat dari pembangunan
generasi demikian, maka tidak salah jika dikatakan bahwa kemunduran, kemajuan,
dan stagnasi suatu bangsa ditentukan oleh seorang perempuan. Dalam konteks ini,
Nabi juga mengatakan bahwa “perempuan adalah tiang negara, jika
rusak wanitanaya maka rusak pula negaranya.” Peran sentral
perempuan dalam hadis tersebut diibaratkan sebagai tiang, sehingga
apabila bengkok tiang penyangganya, maka runtuhnya peradaban negara menjadi hal
logis yang tak bisa dihindari. Karena itu, pembangunan terhadap pendidikan
perempuan menjadi salah satu prasyarat yang harus dipenuhi dalam membentuk pola
pikir yang memadai. Alhasil, hal yang paling dibutuhkan untuk menjadikan
Indonesia lebih maju dan progresif adalah perempuan-perempuan yang cerdas dan
pintar, guna mencetak anak-anak yang cerdas, pintar, kuat pula.
Lepas dari konteks demikian,
pemikiran-pemikiran tentang perempuan sebagai kunci utama dalam menentukan
generasi hebat dapat dicontohkan dalam kisah-kisah pemimpin hebat terdahulu.
Kisah Muhammad Al-Fatih yang menjadi seorang pemimpin hebat dan disegani oleh
dunia, dimana ia telah berhasil mewujudkan ramalan Rasulullah mengenai
penaklukan konstantinopel, beliau (rasulullah) pernah mengatakan “Konstatinopel
benar-benar akan ditaklukan. Sebaik-baik amir (khalifah) aalah amir yang
memimpin penaklukannya dan sebaik-baik tentra adalah tentara yang menaklukanya” (Nur
Fitri Hadi:2015) Kehebatan al-Fatih tersebut tidak lain adalah karena dorongan
dan bimbingan dari seorang ibu.
Ibu Al-Fatih, Ratu Valide
Yumahatun adalah seorang wanita yang baik, shaleha, istimewa, ibu yang fokus
dalam mendidik anaknya, perasaan dan hatinya tidak bercabang untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat, tidak bercabang akal logika dan kecerdasannya, ia
mempersiapkan dirinya untuk mendidik orang besar, melahirkan pembuka Konstantinopel,
manusia yang nanti bisa mewujudkan perkataan nabi Muhammad. Ia mengerahkan
seluruh kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk mendidik Muhammad
al-Fatih. Setiap kali menyelesaikan sholat subuh, ibu al-Fatih membawanya
keluar, kemudian menunjukkan dari kejauhan benteng Konstantinopel yang megah
itu, lalu ibu al-Fatih berkata “namamu nak adalah nama nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, nabi kita yang pernah mengatakan ‘benteng itu pasti akan
ditaklukan’ dan kamu adalah penakluknya” (Nur Fitri Hadi:2015).
Dari cerita tersebut, bagi
para perempuan (ibu) bisa mengambil pelajaran yang menarik, yakni perempuan
harus memiliki visi besar untuk mempersiapkan generasi yang akan datang,
sehingga mampu mencetak generasi canggih, Genius, dan berkualitas. Wallahu
a’lam bi al-shawaab.
Oleh:
Laeli Nur Faizah, Mahasiswi
UIN Walisongo Semarang, Kabid PP Komisariat Syariah Periode 2017-2018 dan Ketua
Umum HMI-Wati Korkom Walisongo Semarang
Sumber : www.militan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar