Toleransi menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah suatu sikap
saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam
masyarakat atau dalam lingkup lainnya.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sikap
toleransi diterjemahkan sebagai sikap merenggang (menghargai, membiarkan, atau
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan,
dan lain sebagainya) yang berbeda dengan pendirian kita sendiri. Sikap
toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi, sekalipun banyak terdapat
kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.
Contoh sikap toleransi secara umum antara lain: menghargai
pendapat dan/atau pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita serta saling
tolong-menolong untuk kemanusiaan tanpa memandang
suku/ras/agama/kepercayaannya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan laboratoriumnya
dalam kebinekaan dimana perbedaan itu menjadi satu kesatuan, beda suku, agama,
ras dan etinis semuanya ada di Indonesia dan dilindungi oleh hukum karena
bagian dari Hak Asasi Manusia.
Sumber hukum yang mengatur tentang toleransi mulai dasar negara
yaitu Pancasila, dan UUD 1945 Pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia, kemudian
diterjemahkan dalam Undang-Undang, yaitu UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU
No. 40 tahun 2008 Penghapusan Diskrimani Ras dan Etnis dan di dalam UU No. 19
tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga mengaturnya apabila
terjadi pelanggaran terhadap isu toleransi di media sosial yaitu pelanggaran
yang mengarah pada kegiatan provokasi terkait SARA, maka Pasal 28 ayat 2 ini
sebagai landasan hukumnya untuk mencerat pelakunya.
Implementasi membanguun toleransi di Indonesia yang secara legal
formal dapat dirasakan oleh masyarakat etnis yang berada di negara kita adalah
perayaan Imlek, karena sebelumnya dilarang dengan adanya Inpres Nomor. 14/1967
yang isinya larangan segala bentuk aktivitas yang berbau Tionghoa.
Pada tahun 2000, Presiden Abdurahman Wahid mencabut inpres
tersebut, sehingga masyarakat etnis Tionghoa dapat merayakan dan beraktivitas
secara terbuka. Selain mencabut Inpres, pada tanggal 9 April 2001 Presiden
Abdurahman Wahid juga mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor. 19/2001
isinya meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif artinya berlaku bagi yang
merayakannya.
Tahun Baru Imlek yang jatuh pada hari Selasa 5 Februari Tahun
2019 adalah perayaan ke 2570 Tahun, Tahun Baru Imlek merupakan tahun baru yang
tertua di dunia, dibandingkan 2 (dua) tahun baru yang sering dirayakan yaitu,
Tahun Baru Hijriyah yang sudah masuk 1440 dan Tahun Baru Masehi kini tahun
2019.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden ke 4 (empat) Republik
Indonesia menorehkan sejarah bangsa ini, di mana kebebasan salah satu etnis
yang tumbuh dan berkembang di negeri ini yang tadinya dipasung kini telah
dibuka, kemudian pada tahun 2002 ditapkan Imlek secara resmi menjadi salah satu
hari libur nasional.
Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk dan heterogen
dengan berbagai suku, ras, agama dan etnis tentunya dengan adanya kebijakan
tersebut di atas tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar negara Indonesia
yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tugas bangsa ini adalah menjaga
toleransi atas keberagaman dan kebinekaannya, sehingga menjadi rahmat bagi
masyarakat bukan awal dari perpecahan bangsa Indonesia.
Toleransi muncul di negara-negara demokratis pada abad 16 dan 17
Masehi, kematangan berdemokrasi sangat menentukan toleran atau tidak negara
tersebut, semakin demokratis maka sikap, pemikiran dalam beragama akan semakin
toleran begitu juga sebaliknya, semakin tidak demokratis maka semakin
intoleran.
Termasuk Indonesia yang telah memilih negara demokrasi, kita
dapat mengukurnya, apakah negara kita sudah demokratis atau belum. Moh. Mahfud
MD menyatakan bahwa demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian
bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan keputusan dalam masalah-masalah
pokok kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena
kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.
Semua agama mengajarkan apa itu toleransi, termasuk agama Islam,
toleransi dalam hubungan antar sesama manusia atau sosial tanpa membedakan suku
agama, etnis dan ras, pergaulan di dalam masyarakat harus dipupuk sehingga
persatuan dan kesatuan tetap terjaga, misal dalam soal ibadah, dilarang
mengganggu dan mengusiknya termasuk dalam merayakan perayaan di masing-masing
agama.
Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT di dalam Al Qur’an Surat
Al Mumtahah Ayat 8 yang artinya “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Kata
adil ini mengandung arti yang cukup luas, selain menempatkan sesuatu pada
tempatnya, juga mengandung arti bahwa larangan untuk berbuat dhalim dengan
kelompok atau etnis yang berbeda dengan merampas hak-haknya.
Momentum perayaan Tahun Baru Imlek yang jatuh besok Selasa
merupakan pembuktian bangsa Indonesia bahwa negara bangsa ini adalah negara
yang menjunjung tinggi toleransi, menghargai perbedaan. Karena negara Indonesia
sudah ditakdirkan dari awal pembentukannya dengan berbagai perbedaan mulai
suku, agama, etnis, budaya dan bahasa, perbedaan tersebut sebagai sumber
kekuatan dan kekayaan bangsa ini untuk dijaga, dirawat sehingga semboyan Bineka
Tunggal Ika tetap tegak berdiri. Imlek sebagai salah satu entitas etnis
Tionghoa harus kita hormati dan kita sebagai masyarakat juga harus ikut andil
untuk menjaganya sehingga perayaan tahun baru Imlek berjalan dengan lancar,
aman dan tentram karena sudah sesuai dengan aturan dan kebijakan negara.
Sikap toleran ini menjadi kunci bangsa Indonesia agar tidak
mudah disusupi oleh kepentingan-kepentingan yang tidak bertanggung jawab. Oleh
karena itu, toleransi bertujuan untuk membangun bukan untuk merusak kehidupan,
sehingga perlu dijaga keberlangsungannya.
Tahun politik kali ini banyak sekali diwarnai kasus-kasus yang
menyebabkan persatuan dan kesatuan terancam karena beda pendapat dan pilihan
yang mengakibatkan perpecahan. Hal ini patut kita waspadai dan antisipasi.
Membangun keasadaran berbangsa dan bernegara patut digelorakan
oleh semua kalangan masyarakat mulai dari pemimpinnya untuk senantiasa
mementingkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun
golongan dengan cara bersikap adil.
Kata kinci adil inilah yang akan mewujudkan kebijakannya akan
dirasakan langsung oleh masyarakat, sehingga membangun rakyat adil dan makmur
dapat terwujud. Terakhir saya sampaiikan kepada masyarakat Tionghoa, “Selamat
Tahun Baru Imlek 2570, Gong Xi Fa Cay”.
Oleh: Mukharom, Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM)
dan Mahsiswa Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro (UNDIP)
Semarang.
Sumber :www.militan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar