Abdurrahman Syafrianto |
Manusia merupakan makhluk yang
berkebutuhan. Dalam konteks intensitas, kebutuhan manusia dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, skunder, dan tersier. Tiga kebutuhan
inilah yang kemudian menuntut manusia untuk melakukan usaha-usaha demi memenuhi
kebutuhan tersebut. Usaha-usaha tersebut dinamakan sebagai bekerja dan pekerja
atau tenaga kerja adalah sebutan bagi orang yang melakukannya.
Dewasa ini, tidak dapat dipungkuri bahwa
banyak tenaga kerja perempuan yang bertebaran di berbagai perusahan milik
pemerintah maupun swasta, sehingga sudah seharusnya negara membuat regulasi
untuk memberikan perlindungan bagi perempuan. Sebab, perempuan memunyai kodrat
sekaligus keistimewaan yang tidak dimiliki oleh laki-laki yaitu mengandung,
melahirkan, dan menyusui. Akan tetapi, fakta membuktikan bahwa banyak yang
memandang hal itu sebagai persoalan yang remeh. Semua itu dianggap sebagai
kodrat perempuan yang harus dijalankan saja. Padahal, perjuangan perempuan
dalam hal itu sangat keras, karena mempertahunkan nyawa.
Indonesia sebagai negara hukum, sebagaimana
yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 1 ayat 3, tentu
memberikan perhatian kepada pekerja perempuan yang memiliki kodrat untuk
mengandung, melahirkan, dan menyusui. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan Pasal 82 ayat 1 menerangkan bahwa Indonesia memberikan
perlindungan kepada pekerja atau buruh perempuan untuk istirahat selama 1,5
(satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah)
bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidang.
Undang-Undang ini adalah salah satu produk hukum yang dihasilkan oleh Indonesia
sebagai negara hukum.
Lahirnya UU Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 82 ayat 1 tersebut adalah sebagai wujud perhatian negara
terhadap pekerja perempuan yang memiliki tugas untuk mengandung, melahirkan,
dan menyusui buah hatinya. Namun, waktu cuti yang diberikan sangatlah sedikit,
sehingga tidak cukup bagi perempuan yang memiliki tanggung jawab sebagai Ibu
untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada buah hatinya. Padahal, ibu yang
dikenal sebagai “guru” (madrasatul ula) bagi anaknya, tentu harus
lebih intensif dalam mengasuh dan mendidik buah hatinya, terutama pada masa
emas (dua tahun awal setelah lahir). Dengan tujuan, terbinanya sumber daya
manusia yang berkualitas.
Bercermin pada Norwegia
Di beberapa negara Barat, cuti
melahirkan yang diberikan kepada pekerja/buruh perempuan terbilang panjang.
Maka tak mengherankan jika kualitas SDM-nya relatif lebih baik. Salah satu
contohnya di Norwegia, sebuah negara Nordik yang terletak di Semenanjung Skandinavia
bagian ujung barat yang berbatasan langsung dengan Swedia, Finlandia, dan
Rusia. Negara yang memuyai iklim temperat ini dikenal sebagai negara kampiun
Hak Asasi Manusia (HAM). Di sana manusia sangat dihargai, baik jiwa maupun
raganya.
Sejak 1978, Norwegia melarang
diskriminasi berdasarkan gender dan telah meratifikasi semua perjanjian
internasional tentang HAM dan persamaan hak perempuan dan laki-laki. Dan yang
paling menarik perhatian dunia adalah dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan,
rasa kemanusiaan yang menjadi landasan. Tidak seperti negara kita yang selalu
“meniadakan” hal itu. Bahkan, CEDAW (The Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination against Woman), sebagai lembaga PBB
yang menangani masalah perempuan, menyebut Norwegia sebagai “surga bagi
kesetaraan gender”.
Salah satu bentuk penghargaan Norwegia
terhadap HAM adalah gaji bagi tenaga kerja manusia lebih banyak dibandingkan
tenaga mesin. Tidak hanya itu, yang patut Indonesia jadikan cermin adalah hak
perempuan di sana sangat dijunjung tinggi. Dalam pekerjaan misalnya, perempuan
yang mengandung atau melahirkan mendapatkan hak cuti kerja selama 10 bulan,
baik yang bekerja di sektor pemerintah maupun swasta. Bahkan, dalam masa
cutinya itu, gaji bulanan tetap diperoleh dan mendapat tunjangan khusus untuk
bayi sebagai biaya pemeliharaan selama dua tahun. Selain itu, seorang suami
juga memperoleh hak cuti bekerja selama 8 minggu guna menemani isteri selama
masa persalinan dan perawan bayi. Dengan demikian, kedua orang tua dapat
berhenti bekerja sejenak guna fokus merawat si bayi, agar menjadi SDM yang bisa
diandalkan.
Islam Menjawab
Berkaitan dengan perlindungan kepada
perempuan yang mengandung, melahirkan, dan menyusui, Islam sebagai agama yang
paripurna, tentu telah memberi isyarat terkait persoalan tersebut. Dalam
Al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 233 dan Luqman ayat 14, Allah Swt. telah
menegaskan bahwa seorang ibu memiliki kewajiban untuk menyusui anaknya selama
dua tahun. Karena itu, dapat ditarik benang merah bahwa selama itu perempuan
karir yang memiliki tanggung jawab sebagai ibu harus diberi waktu cuti untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada anaknya, agar tumbuh menjadi anak yang
normal dan berkualitas.
Indonesia sebagai negara yang
penduduknya mayoritas beragama Islam, tentu harus menanamkan nilai-nilai
keislaman dalam produk hukum yang dihasilkan. Sebab, selain sebagai agama
mayoritas, Islam juga sangat memerhatikan nilai kemanusiaan. Dalam Islam,
aturan-aturan itu dibuat dengan orientasi untuk kemasalahatan. Namun, realitas
di Indonesia, sedikit sekali aturan-aturan yang dihasilkan berdasarkan
nilai-nilai keislaman. Salah satu contohnya adalah peraturan tentang
ketenagakerjaan soal perlindungan tenaga kerja perempuan yang diatur dalam UU
No. 13 Tahun 2003 Pasal 82 ayat 1.
Negara-negara Barat yang notabenenya
tidak beragama Islam, justru tanpa disadari yang lebih dominan menerapkan
nilai-nilai keIslaman dan kemanusiaan dalam tata aturannya. Sehingga tidak
heran jika negaranya lebih maju dan SDMnya pun relatif lebih baik dibandingkan
Indonesia. Karena itu, jika Indonesia ingin maju, maka harus berkaca dari semua
ini untuk kemudian mengambil langkah yang cepat dan tepat. Dengan harapan,
aturan-aturan yang dihasilkan dapat berdasarkan nilai-nilai keislaman dan
kemanusian guna merealisasikan konsep memanusiakan manusia. Wallāhu
a’lam bi al-shawwāb
Oleh: Abdurrahman Syafrianto, Kabid PTKP komisariat Syariah Periode 2017-2018 Aktivis
Kemanusiaan dan Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Walisongo Semarang
Sumber : www.militan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar