Puasa ramadhan
merupakan momen yang dinanti oleh setiap muslim. Sebab berbagai keistimewaan
ditawarkan di bulan itu. Allah Subhanahu Wata’ala berjanji
akan melipatgandakan satu kebaikan dengan sepuluh kali lipat bahkan sampai
tujuh ratus kali lipat.
Puasa
adalah ibadah menahan dari minum dan makan dan segala hal yang membatalkan
mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Bila melihat definisi
tersebut, puasa di atas merupakan puasa yang dilaksanakan orang-orang awam yang
hanya menahan lapar dan haus saja. Hal ini seperti yang diungkaplkan Imam
Ghazali.
Imam
Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin membagi
puasa menjadi tiga : “Ketahuilah bahwa puasa ada tiga tingkatan: puasa umum,
puasa khusus, dan puasa paling khusus. Yang dimaksud puasa umum ialah menahan
perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat. Puasa khusus ialah menahan
telinga, pendengaran, lidah, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari dosa.
Sementara puasa paling khusus adalah menahan hati agar tidak mendekati
kehinaan, memikirkan dunia, dan memikirkan selain Allah SWT. Untuk puasa yang
ketiga ini (shaumu
khususil khusus) disebut batal bila terlintas dalam hati pikiran
selain Allah SWT dan hari akhir.”
Puasa
khusus yaitu menahan anggota badan, mata, telinga, lidah, tangan kaki dari
maksiat. Indikator batal puasa khusus bukan lagi makan dan minum melainkan bila
melakukan suatu maksiat maka hakekatnya ia telah batal puasa. Ketiga, puasa
khusus dari yang khusus. Puasa ini hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu
saja. Hanya sedikit yang mampu mencapai puasa ini. Pasalnya tidak hanya menahan
makan dan minum dan menghindari segala maksiat, tetapi juga harus terjaga
pikiran dari selain Allah Subhanahu Wata’ala.
Selain itu,
bulan Ramadhan juga ajang untuk meningkatkan kualitas intelektual. Hal ini bisa
dilakukan dengan meneladani sifat Allah al-“Ilm (Maha
Mengetahui). Dengan meneladani sifat-Nya al-“Ilm, sesorang akan
terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas ilmu. Dalam upayanya, ia
dituntut untuk memaksimalakan potensi yang Allah anugrahkan untuk meraih ilmu
yang bermanfaat sebanyak-banyaknya.
Ilmu yang
dipelajari pun tidak sembarang. Ilmu yang dipelajari harus bertujuan
mengantarkan kepada iman. Pengetahuan yang dapat mendekatkan, menambah rasa
cinta atau mahabbah kepada Allah.
Inilah bagian dari tujuan puasa at-Taqwa (Q.S
Al-baqarah [2]: 183), menjalakan perintah supaya dekat kepada-Nya dan menjauhi
larangan supaya menjauhkan cinta dari selain-Nya.
Dengan meningkatnya
kecerdasan spritual maka meningkatkan pula keimanan dan akan melahirkan
perbuatan-perbuatan salih (Q.S Al-baqarah [2]: 25). Sehingga ridho (surga)
Allah pun akan diraih, Insyaa Allah. Wallahu ‘alamu
Bissawab.Oleh : Muhamad Irsad, Direktur Obor Semesta Semarang
Sumber : www.militan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar