Puasa Ramadhan dan Peningkatan Kualitas Intelektual - HMI Komisariat Syariah Walisongo Semarang

Breaking

Rabu, 06 Juni 2018

Puasa Ramadhan dan Peningkatan Kualitas Intelektual

Puasa ramadhan merupakan momen yang dinanti oleh setiap muslim. Sebab berbagai keistimewaan ditawarkan di bulan itu. Allah Subhanahu Wata’ala berjanji akan melipatgandakan satu kebaikan dengan sepuluh kali lipat bahkan sampai tujuh ratus kali lipat.
Puasa adalah ibadah menahan dari minum dan makan dan segala hal yang membatalkan mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Bila melihat definisi tersebut, puasa di atas merupakan puasa yang dilaksanakan orang-orang awam yang hanya menahan lapar dan haus saja. Hal ini seperti yang diungkaplkan Imam Ghazali.
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin membagi puasa menjadi tiga : “Ketahuilah bahwa puasa ada tiga tingkatan: puasa umum, puasa khusus, dan puasa paling khusus. Yang dimaksud puasa umum ialah menahan perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat. Puasa khusus ialah menahan telinga, pendengaran, lidah, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari dosa. Sementara puasa paling khusus adalah menahan hati agar tidak mendekati kehinaan, memikirkan dunia, dan memikirkan selain Allah SWT. Untuk puasa yang ketiga ini (shaumu khususil khusus) disebut batal bila terlintas dalam hati pikiran selain Allah SWT dan hari akhir.”
Puasa khusus yaitu menahan anggota badan, mata, telinga, lidah, tangan kaki dari maksiat. Indikator batal puasa khusus bukan lagi makan dan minum melainkan bila melakukan suatu maksiat maka hakekatnya ia telah batal puasa. Ketiga, puasa khusus dari yang khusus. Puasa ini hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Hanya sedikit yang mampu mencapai puasa ini. Pasalnya tidak hanya menahan makan dan minum dan menghindari segala maksiat, tetapi juga harus terjaga pikiran dari selain Allah Subhanahu Wata’ala.
Selain itu, bulan Ramadhan juga ajang untuk meningkatkan kualitas intelektual. Hal ini bisa dilakukan dengan meneladani sifat Allah al-“Ilm (Maha Mengetahui). Dengan meneladani sifat-Nya al-“Ilm, sesorang akan terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas ilmu. Dalam upayanya, ia dituntut untuk memaksimalakan potensi yang Allah anugrahkan untuk meraih ilmu yang bermanfaat sebanyak-banyaknya.
Ilmu yang dipelajari pun tidak sembarang. Ilmu yang dipelajari harus bertujuan mengantarkan kepada iman. Pengetahuan yang dapat mendekatkan, menambah rasa cinta atau mahabbah   kepada Allah. Inilah bagian dari tujuan puasa at-Taqwa (Q.S Al-baqarah [2]: 183), menjalakan perintah supaya dekat kepada-Nya dan menjauhi larangan supaya menjauhkan cinta dari selain-Nya.
Dengan meningkatnya kecerdasan spritual maka meningkatkan pula keimanan dan akan melahirkan perbuatan-perbuatan salih (Q.S Al-baqarah [2]: 25). Sehingga ridho (surga) Allah pun akan diraih, Insyaa AllahWallahu ‘alamu Bissawab.

Oleh : Muhamad Irsad, Direktur Obor Semesta Semarang 

Sumber : www.militan.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages